Beranda | Artikel
Faedah Sirah Nabi: Pelajaran dari Hijrah ke Habasyah #04
Kamis, 15 November 2018

 

Mau tahu faedah dari hijrah ke Habasyah? Sekarang serial keempat.

 

Kedelapan: Hapuskan kesyirikan, lalu isilah dengan beribadah kepada Allah

 

Ketika Ja’far radhiyallahu ‘anhu ditanya oleh Raja Najasyi mengenai agama Islam, makai a mengawali kata-katanya dengan menjelaskan beberapa larangan dalam agama, dan larangan yang paling besar adalah syirik (menyekutukan Allah). Kemudian disusul menjelaskan perintah Islam dan perintah yang utama adalah bertauhid, mengesakan Allah Ta’ala.

Dalam hal ini Ja’far mendahulukan takhliyyah (pembersihan) sebelum tahliyyah (mengisi). Karena yang harus dilakukan pertama kali sebelum melakukan yang lain adalah menjauhkan diri dari kesyirikan, lalu mentauhidkan Allah. Hal ini sejalan dengan firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ

Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 256)

Sama juga dengan kandungan kalimat laa ilaha illallah, di mana kita terlebih dahulu menghapuskan segala bentuk sesembahan selain Allah lalu menetapkan hanya Allah saja yang disembah. Itu juga maksud dari at-takhliyyah qabla at-tahliyyah, membersihkan sebelum mengisi.

 

Kesembilan: Urutan dakwah adalah dakwah tauhid terlebih dahulu.

 

Ketika Ja’far menerangkan tentang urutan dakwah yang dibawakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia mendahulukan dakwah kepada tauhid. Inilah yang seharusnya menjadi skala prioritas para da’i yang menyeru manusia ke jalan Allah. Hendaknya mereka mengawali dakwahnya dengan mendahulukan dan memfokuskan pada masalah ketauhidan serta sering diulang-ulang penjelasan tentang masalah ini dalam setiap kesempatan.

Manfaat dakwah tauhid lebih didahulukan dapat dilihat dari perkataan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berikut ini, “Sesungguhnya yang pertama kali turun darinya ialah satu surat dari Al-Mufashshal (surat-surat pendek) yang berisi penjelasan tentang surga dan neraka; sehingga apabila manusia telah mantap dalam Islam, maka turunlah (ayat-ayat tentang) halal dan haram. Seandainya yang pertama kali turun (kepada mereka) adalah “jangan minum khamr (minuman keras),” tentu mereka akan menjawab “kami tidak akan meninggalkan khamr selama-lamanya”. Seandainya yang pertama turun adalah “jangan berzina,” tentu mereka akan menjawab  “kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya”. Sesungguhnya telah turun firman Allah “sebenarnya hari Kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka, dan Kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit”–QS. Al-Qamar ayat 46–di Mekkah kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan pada waktu itu aku masih kecil yang senang bermain-main. Surat Al-Baqarah dan An-Nisa` barulah turun setelah aku menjadi istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari, no. 4993).

 

Kesepuluh: Yang pertama kali berhijrah itu yang lebih utama

 

Tepat pada peristiwa perang Khaibar, sebagaimana yang akan kita bicarakan pada babnya, kaum Muhajirin yang berhijrah ke Habasyah ini pulang. Ada sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhu yang membanggakan diri kepada kaum Muhajirin Habasyah ini, karena ia merasa telah mendahului mereka hijrah ke Madinah. Oleh karena itu, mereka pun melaporkan perihal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda,

لَيْسَ بِأَحَقَّ بِى مِنْكُمْ ، وَلَهُ وَلأَصْحَابِهِ هِجْرَةٌ وَاحِدَةٌ ، وَلَكُمْ أَنْتُمْ أَهْلَ السَّفِينَةِ هِجْرَتَانِ

Dia itu (orang yang membanggakan diri atas muhajirin Habasyah itu) tidak lebih berhak atas diriku daripada kalian. Dia dan teman-temannya (Muhajirin Madinah) hanya mendapatkan hijrah satu kali saja, sementara kalian, para Muhajirin yang naik perahu (ke Habasyah) mendapatkan dua hijrah.” (HR. Bukhari, no. 4231)

Oleh karena itu, kaum Muhajirin Habasyah sangat bergembira sekali dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Asma’ binti Umais, yang memberitakan kejadian ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

فَلَقَدْ رَأَيْتُ أَبَا مُوسَى وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ يَأْتُونِى أَرْسَالاً ، يَسْأَلُونِى عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ ، مَا مِنَ الدُّنْيَا شَىْءٌ هُمْ بِهِ أَفْرَحُ وَلاَ أَعْظَمُ فِى أَنْفُسِهِمْ مِمَّا قَالَ لَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم

“Aku melihat Abu Musa dan Muhajirin yang naik perahu (Muhajirin Habasyah) itu secara bergiliran datang kepadaku, lalu menanyakan perihal ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Oleh karena itu, tidak ada sesuatu di dunia ini yang lebih membahagiakan dan lebih berharga bagi mereka daripada berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamini.” (HR. Bukhari, no. 4231)

Namun Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari (7:486) menyatakan bahwa hadits ini tidaklah menunjukkan bahwa Muhajirin Habasyah lebih utama dari Muhajirin Madinah secara mutlak.

Semoga Allah beri taufik dan hidayah. Fase masuk Islamnya Hamzah dan Umar.

 

Referensi:

  1. Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari.Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Al-Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani. Penerbit Dar Thiybah.
  2. Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr.Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/18980-faedah-sirah-nabi-pelajaran-dari-hijrah-ke-habasyah-04.html